Konsep Sehat Dan Sakit
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pembangunan
kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi
setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Dan kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang
hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa
ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari. Konsep sehat
dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada
faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya
terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan
pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang
lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran,
dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan
pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing
disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan
dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan
lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.
Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari-hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit.
Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari-hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit.
Memasuki millenium baru Departemen Kesehatan telah mencanangkan Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang, pola piker atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindangan kesehatan. Secara makro paradigma sehat berarti semua sektor memberikan kontribusi positif bagi pengembangan perilaku dan lingkungan sehat, secara mikro berarti pembangunan kesehatan lebih menekankan upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan paradigma sehat ditetapkan visi Indonesia Sehat 2010, dimana ada 3 pilar yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Untuk perilaku sehat bentuk konkritnya yaitu perilaku proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan. mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan. Dalam mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan misi pembangunan yaitu menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Mendorong pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau, serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyaralat beserta lingkungannya (Dinkes, 2005).
Status sehat sakit para anggota keluarga dan keluarga saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga keluarga cenderung menjadi seorang reaktor terhadap masalah-masalah kesehatan dan menjadi aktor dalam menentukan masalah kesehatan anggota keluarga. Dalam keluarga, ibu merupakan anggota masyarakat yang salah satu perannya adalah mengurus rumah tangganya sehingga terciptanya lingkungan sehat dalam rumah tangga. Dengan mewujudkan perilaku yang sehat, maka dapat menurunkan angka kesakitan suatu penyakit dan angka kematian akibat kurangnya kesadaran dalam pelaksaan hidup bersih dan sehat serta dapat meningkatkan kesadaran dan kemauan bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep sehat dan sakit menurut masyarakat?
2. bagaimana Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Kesehatan Masyarakat?
3. Bagaimana Peran Bidan dalam Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak?
BAB II
PEMBAHASAN
Tantangan
pembangunan pada hakikatnya adalah mencapai ‘kesehatan bagi semua’,
yakni terpenuhinya hak setiap orang untuk hidup sehat, hingga dapat
meraih hidup yang produktif dan berbahagia.
Untuk
mencapai kondisi tersebut, perlu diupayakan kegiatan dan strategi dalam
setiap aspek kehidupan. Bukan saja aspek kesehatan, tetapi diperlukan
strategi pemerataan kesehatan dengan mendayagunakan segenap potensi yang
ada, baik di jajaran kesehatan, non kesehatan maupun masyarakat
sendiri, guna mengendalikan faktor lingkungan, perilaku, pelayanan
kesehatan, dan faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan.
Mengingat
kesehatan mencakup seluruh aspek kehidupan, konsep kesehatan sekarang
ini, tidak saja berorientasi pada aspek klinis dan obat-obatan, tetapi
lebih berorientasi pada ilmu-ilmu lain yang ada kaitannya dengan
kesehatan dan kemasyarakatan, yaitu seperti ilmu sosiologi, antropologi,
psikologi, perilaku, dan lain-lain. Kegunaan ilmu-ilmu tersebut dalam
kesehatan dan kemasyarakatan adalah sebagai penunjang peningkatan status
kesehatan masyarakat.
Salah
satu cabang dari sosiologi dan antropologi adalah sosial budaya dasar,
yang membahas tentang kebudayaan dan unsur-unsur yang terkait di
dalamnya. Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, unsur-unsur
kebudayaan adalah meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang dilakukan olehh
masyarakat-masyarakat, yang merupakan hasil budi atau akal manusia.
Di
negara-negara maju, terdapat unsur-unsur kebudayaan yang dapat
menunjang tingginya status kesehatan masyarakat seperti pendidikan yang
optimal, keadaan sosial-ekonomi yang tinggi, dan kesehatan lingkungan
yang baik. Dengan demikian, pelayanan kesehatan menjadi sangat khusus
sehingga dapat memenuhi kebutuhan klien.
Sebaliknya,
di negara berkembang seperti Indonesia, unsur-unsur kebudayaan yang ada
kurang menunjang pencapaian status kesehatan yang optimal. Unsur-unsur
tersebut antara lain; ketidaktahuan, pendidikan yang minim sehingga
sulit menerima informasi-informasi dan tekhnologi baru.
Mengingat
keadaan tersebut, kita perlu memperhatikan aspek sosial budaya
masyarakat dalam kaitannya dengan keadaan kesehatan di Indonesia.
Sehingga kita dapat melihat penyakit atau masalah kesehatan bukan saja
dari sudut gejala, sebab-sebabnya, wujud penyakit, obat dan cara
menghilangkan penyakit, tetapi membuat kita untuk berfikir tentang
bagaimana hubungan sosial budaya, geografi, demografi, dan persepsi
masyarakat dengan masalah yang sedang dihadapi.
Melihat
luasnya masalah kesehatan yang dihadapi, maka sebagai petugas kesehatan
harus mempelajari ilmu-ilmu lain yang terkait dengan kesehatan.
Sehingga pelayanan yang diberikan memberikan hasil yang optimal.
A. Konsep Sehat-Sakit Menurut Budaya Masyarakat
Istilah
sehat mengandung banyak muatan kultural, sosial dan pengertian
profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat
sangat erat kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya
tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO
melihat sehat dari berbagai aspek (6). Definisi WHO (1981): Health is a
state of complete physical, mental and social well-being, and not merely
the absence of disease or infirmity.
WHO
mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik
jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang. Sebatas mana
seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya? Oleh para ahli kesehatan,
antropologi kesehatan dipandang sebagai disiplin biobudaya yang memberi
perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku
manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang
sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit.
Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit
merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran
normalnya secara wajar. Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan
fenomena yang dapat ikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit,
selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit.
Masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit,
yaitu: Naturalistik dan Personalistik. Penyebab bersifat Naturalistik
yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan
(salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk
juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan.
Konsep sehat sakit yang dianut pengobat tradisional (Battra) sama dengan
yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan
dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala
yang dirasakan. Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal,
wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah.
Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang
menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan
seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya
orang yang sehat.
Konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung). Menelusuri nilai budaya, misalnya mengenai pengenalan kusta dan cara perawatannya. Kusta telah dikenal oleh etnik Makasar sejak lama. Adanya istilah kaddala sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala massolong (kusta yang lumer), merupakan ungkapan yang mendukung bahwa kusta secara endemik telah berada dalam waktu yang lama di tengah-tengah masyarakat tersebut.
Konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung). Menelusuri nilai budaya, misalnya mengenai pengenalan kusta dan cara perawatannya. Kusta telah dikenal oleh etnik Makasar sejak lama. Adanya istilah kaddala sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala massolong (kusta yang lumer), merupakan ungkapan yang mendukung bahwa kusta secara endemik telah berada dalam waktu yang lama di tengah-tengah masyarakat tersebut.
Hasil
penelitian kualitatif dan kuantitatif atas nilai-nilai budaya di
Kabupaten Soppeng, dalam kaitannya dengan penyakit kusta (Kaddala,Bgs.)
di masyarakat Bugis menunjukkan bahwa timbul dan diamalkannya
leprophobia secara ketat karena menurut salah seorang tokoh budaya,
dalam nasehat perkawinan orang-orang tua di sana, kata kaddala ikut
tercakup di dalamnya. Disebutkan bahwa bila terjadi pelanggaran
melakukan hubungan intim saat istri sedang haid, mereka (kedua mempelai)
akan terkutuk dan menderita kusta/kaddala. Ide yang bertujuan guna
terciptanya moral yang agung di keluarga baru, berkembang menuruti
proses komunikasi dalam masyarakat dan menjadi konsep penderita kusta
sebagai penanggung dosa. Pengertian penderita sebagai akibat dosa dari
ibu-bapak merupakan awal derita akibat leprophobia. Rasa rendah diri
penderita dimulai dari rasa rendah diri keluarga yang merasa tercemar
bila salah seorang anggota keluarganya menderita kusta. Dituduh berbuat
dosa melakukan hubungan intim saat istri sedang haid bagi seorang
fanatik Islam dirasakan sebagai beban trauma psikosomatik yang sangat
berat. Orang tua, keluarga sangat menolak anaknya didiagnosis kusta.
Pada penelitian Penggunaan Pelayanan Kesehatan Di Provinsi Kalimantan
Timur dan Nusa Tenggara Barat (1990), hasil diskusi kelompok di
Kalimantan Timur menunjukkan bahwa anak dinyatakan sakit jika menangis
terus, badan berkeringat, tidak mau makan, tidak mau tidur, rewel, kurus
kering. Bagi orang dewasa, seseorang dinyatakan sakit kalau sudah tidak
bisa bekerja, tidak bisa berjalan, tidak enak badan, panas dingin,
pusing, lemas, kurang darah, batuk-batuk, mual, diare. Sedangkan hasil
diskusi kelompok di Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa anak sakit
dilihat dari keadaan fisik tubuh dan tingkah lakunya yaitu jika
menunjukkan gejala misalnya panas, batuk pilek, mencret, muntah-muntah,
gatal, luka, gigi bengkak, badan kuning, kaki dan perut bengkak. Seorang
pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran modern,
mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat.
Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada
tanda-tanda penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan
lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah
atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja. Pada penyakit batin
tidak ada tanda-tanda di badannya, tetapi bisa diketahui dengan
menanyakan pada yang gaib. Pada orang yang sehat, gerakannya lincah,
kuat bekerja, suhu badan normal, makan dan tidur normal, penglihatan
terang, sorot mata cerah, tidak mengeluh lesu, lemah, atau sakit-sakit
badan
Sudarti
(1987) menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa
daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap
bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami serangkaian gangguan fisik
yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit ditandai dengan
tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak nafsu makan. Orang dewasa
dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu makan,
atau "kantong kering" (tidak punya uang). Selanjutnya masyarakat
menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu :
1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia
2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.
3. Supranatural
(roh, guna-guna, setan dan lain-lain.). Untuk mengobati sakit yang
termasuk dalam golongan pertama dan ke dua, dapat digunakan obat-obatan,
ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan bantuan tenaga
kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus dimintakan bantuan
dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya
tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit.
Beberapa contoh penyakit pada bayi dan anak sebagai berikut:
a. Sakit demam dan panas.
Penyebabnya
adalah perubahan cuaca, kena hujan, salah makan, atau masuk angin.
Pengobatannya adalah dengan cara mengompres dengan es, oyong, labu putih
yang dingin atau beli obat influensa. Di Indramayu dikatakan penyakit
adem meskipun gejalanya panas tinggi, supaya panasnya turun. Penyakit
tampek (campak) disebut juga sakit adem karena gejalanya badan panas.
b. Sakit mencret (diare).
Penyebabnya
adalah salah makan, makan kacang terlalu banyak, makan makanan pedas,
makan udang, ikan, anak meningkat kepandaiannya, susu ibu basi, encer,
dan lain-lain. Penanggulangannya dengan obat tradisional misalkan dengan
pucuk daun jambu dikunyah ibunya lalu diberikan kepada anaknya (Bima
Nusa Tenggara Barat) obat lainnya adalah Larutan Gula Garam (LGG),
Oralit, pil Ciba dan lain-lain. Larutan Gula Garam sudah dikenal hanya
proporsi campurannya tidak tepat.
c. Sakit kejang-kejang
Masyarakat
pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas dan kejang-kejang disebabkan
oleh hantu. Di Sukabumi disebut hantu gegep, sedangkan di Sumatra Barat
disebabkan hantu jahat. Di Indramayu pengobatannya adalah dengan dengan
pergi ke dukun atau memasukkan bayi ke bawah tempat tidur yang ditutupi
jaring.
d. Sakit tampek (campak)
Penyebabnya
adalah karena anak terkena panas dalam, anak dimandikan saat panas
terik, atau kesambet. Di Indramayu ibu-ibu mengobatinya dengan membalur
anak dengan asam kawak, meminumkan madu dan jeruk nipis atau memberikan
daun suwuk, yang menurut kepercayaan dapat mengisap penyakit
B. Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Kesehatan Masyarakat
Tantangan
berat yang masih dirasakan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia
adalah jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi
serta penyebaran penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah. Selain
masalah tersebut, masalah lain yang perlu diperhatikan yaitu berkaitan
dengan sosial budaya masyarakat, misalnya tingkat pengetahuan yang belum
memadai terutama pada golongan wanita, kebiasaan negatif yang berlaku
di masyarakat, adat istiadat, perilaku, dan kurangnya peran serta
masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Keadaan sosial budaya masyarakat
tidak seluruhnya bersifat negatif, namun ada juga yang positif yang
dapat dimanfaatkan dalam pembangunan kesehatan, yaitu semangat gotog
royong dan kekeluargaan, serta sikap musyawarah dalam mengambil
keputusan. Pembangunan dalam suatu negara selain berdampak positif juga
menimbulkan hal-hal negatif seperti timbulnya daerah kumuh (slum area)
di perkotaan akibat pesatnya urbanisasi, polusi karena pesatnya
perkembangan industri, banyak ibu-ibu karier yang tidak dapat mengasuh
dan memberikan ASI secara optimal kepada anaknya, masalah kesehatan jiwa
yang menonjol dan penyalahgunaan obat.
Masalah-masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan aspek sosial budaya dapat dibedakan menjadi:
a. Kesehatan Ibu dan Anak
Berdasarkan
survei rumah tangga (SKRT) pada tahun 1986, angka kematian ibu maternal
berkisar 450 per 100.000 kelahiran hidup atau lebih dari 20.000
kematian pertahunnya. Selain itu, dengan perkembangan penduduk dan
pembangunan akan mengakibatkan berbagai macam sampah yang dapat
mengganggu kesehatan. Angka kematian ibu merupakan salah satu indikator
kesehatan ibu yang meliputi ibu dalam masa kehamilan, persalinan, dan
nifas. Angka tersebut dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN.
Dari
hasil penelitian di 12 rumah sakit, dikatakan bahwa kehamilan merupakan
penyebab utama kematian ibu maternal, yaitu sebesar 94,4% dengan
penyebabnya, yaitu pendarahan, infeksi, dan toxaemia (*)%). Selain
menimbulkan kematian, ada penyebab lain yang dapat menambah resiko
terjadinya kematian yaitu Anemia gizi pada ibu hamil, dengan Hb kurang
dari 11gr%.
Angka
kematian bayi pada akhir pelita V masih cukup tinggi, yaitu 58 per
seribu kelahiran hidup. Sekitar 38% penyebab kematian bayi adalah akibat
penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu tetanus.
Angka bayi lahir hidup dengan berat badan lahir rendah (BBLR) adalah 8,2
%. Angka kematian balita masih didapatkan sebesar 10,,6 per 1000 anak
balita. Seperti halnya dengan bayi sekitar 31% penyebab kematian balita
adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu infeksi
saluran pernafasan, polio, dan lain-lain. Selain angka kematian, angka
kelahiran dan angka kesuburan masih dirasakan pula sebagia masalah
kesehatan ibu dan anak. Angka kelahiran kasar didapatkan berkisar antara
26-32 per 1000 penduduk dan angka kesuburan sebesar 3,49. Masih
tingginya angka kematian dan kesuburan di Indonesia berkaitan erat
dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan
penduduk, khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial
ekonomi yang belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat tergadap
pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah dan jauhnya
lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah
pendudukkebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat dan perilaku masyarakat
yang kurang menunjang dan lain sebagainya. Tingkat pendidikan terutama
pada wanita dewasa yang masih rendah, mempunyai pengaruh besar terhadap
masih tingginya angka kematian bayi. Berdasarkan survei rumah tangganya
(SKRT) pada tahun 1985, tingkat buta huruf pada wanita dewasa adalah
sebesar 25,7%. Rendahnya tingkat pendidikan dan buta huruf pada wanita
menyebabkan ibu-ibu tidak mengetahui tentang perawatan semasa hamil,
kelahiran, perawatan bayi dan semasa nifas, tidak mengetahui kapan ia
harus datang ke pelayanan kesehatan, kontrol ulang, dan sebagainya.
Menurut hasil survei rumah tangga, tahun 1986 sebanyak 54% ibu hamil
telah memeriksakan dirinya, dengan frekuensi kunjungan rata-rata 3,17
kali. Pengkajian KB-Kestahun 1986 tentang pemanfaatan tempat pemeriksaan
menunjukkan yaitu Puskesmas 59,7%, fasilitas swasta 28,9%, sedangkan
Posyandu 11,2%. Namun manfaat Posyandu untuk imunisasi bayi sudah cukup
tinggi yaitu 60,9%. Rendahnya pemanfaatan Posyandu untuk pemeriksaan
kehamilan disebabkan karena tidak tersedianya ruangan yang tertutup atau
memadai. Hasil survei rumah tangga tahun 1986, tentang angka imunisasi
didapatkan: untuk imunisasi DPT 3 sebesar 34,9%, polio 331,6%, TT2
22,7%, BCG 75%.
Bila
dilihat dari data di atas, cakupan TT2 lebih rendah bila dibandingkan
dengan cakupan pemeriksaan kehamilan. Cakupan TT2 yang rendah bila
dibandingkan dengan cakupan pemeriksaan ibu hamil, disebabkan petugas
KIA belum mendapatkan instruksi atau kesepmatan untuk dapat memberikan
imunisasi TT2. Kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan perilaku masyarakat
sering kali merupakan penghalang atau penghambat terciptanya pola hidup
sehat di masyarakat. Perilaku, kebiasaan, dan adat istiadat yang
merugikan seperti misalnya:
ü Ibu hamil dilarang tidur siang karena takut bayinya besar dan akan sulit melahirkan,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar